Daftar Isi [Tampilkan]
Kaligrafi Nabi Muhammad SAW | pixabay.com |
Tanda-tanda kenabian
Ketika berumur 6 tahun, Muhammad kecil ditinggal wafat oleh ibundanya saat mereka dalam perjalanan untuk mengunjungi paman-pamannya di Madinah. Hanya ditemani oleh pengasuhnya Ummu Aiman, Muhammad kecil meskipun dalam keadaan berduka namun ia berpikir bagai pria dewasa hingga berusaha dengan tangan mungilnya menggali pasir dan menguburkan ibunya di tengah gurun pasir yang sepi.
Tak berhenti sampai disitu kedukaan Muhammad kecil. Seakan tarbiyah rabbani terus saja menempa dirinya untuk menjadi pribadi yang kuat. Sepeninggal ibunya, tanggung jawab pengasuhan diambil alih oleh kakeknya Abdul Muthalib. Namun hanya 2 tahun Muhammad merasakan kasih sayang kakeknya. Setelah itu pamannya Abu Thalib yang menjaganya dengan penuh kasih sayang sebagaimana diwasiatkan oleh Abdul Muthalib di penghujung usianya.
Ketika berusia 12 tahun, Muhammad diajak oleh Abu Thalib untuk berniaga ke negeri Syam. Saat di Bushra, ada seorang rahib yang mengundang mereka untuk jamuan makan. Tatkala rahib itu melihat Muhammad betapa ia sangat terkejut mengetahui ciri-ciri nabi akhir zaman yang dipelajarinya dalam kitab Taurat dan Injil ada pada diri Muhammad. Dimana tandanya antara lain ada tahi lalat diantara kedua pundaknya, dan kemudian ia menanyakan sifat-sifat Muhammad yang dijelaskan apa adanya oleh Abu Thalib.
Rahib itu meyakini sepenuhnya bahwa Muhammad adalah Nabi akhir zaman yang dinubuatkan dalam kitab sucinya. Ia berpesan kepada Abu Thalib segera membawa Muhammad pulang dan waspada terhadap kaum Yahudi yang akan mencelakakan Muhammad jika mereka mengetahui tanda-tanda kenabiannya.
Khadijah binti Khuwailid
Abu Thalib meskipun putra seorang pemuka Quraisy namun bukanlah orang yang memiliki banyak harta. Umurnya yang sudah mulai tua namun harus menanggung banyak orang membuat Muhammad muda memutuskan untuk bekerja guna membantu perekonomian pamannya.
Khadijah binti Khuwailid, seorang janda yang kaya raya di Mekkah telah banyak mendengar tentang ahlak Muhammad yang sangat mulia. Khadijah menginginkan Muhammad untuk bekerja padanya mengurus perniagaannya. Muhammad mudapun kemudian bekerja dengan tekun berdagang untuk Khadijah di pasar-pasar kota Mekkah ditemani oleh rekannya Sa’ib.
Ketika Muhammad berusia 25 tahun, Khadijah mengutus Muhammad untuk memimpin kafilah dagangnya ke negeri Syam ditemani oleh pelayannya, Maisarah. Misi dagang itu pun berhasil dengan sukses dengan keuntungan besar yang dibawa pulang.
Maisarah kemudian menceritakan kepada Khadijah bagaimana perangai Muhammad yang lembut dan kesempurnaan akhlaknya ketika berniaga. Khadijah Pun merasa sangat kagum yang melahirkan perasaan cinta kepada Muhammad.
Meski telah banyak para pembesar Mekkah yang hendak melamar Khadijah namun tak satupun yang mampu menaklukkan hatinya. Namun pribadi Muhammad yang mulia telah meluluhkan hatinya sehingga ia mengutus Nafisah binti Muziah untuk menyampaikan maksudnya agar Muhammad meminang Khadijah untuk menjadi pendamping hidupnya.
Pernikahan Muhammad yang lebih muda dengan selisih usia 15 tahun dengan Khadijah menjadikan kehidupan mereka semakin bermakna. Apalagi setelah kehadiran 2 anak lelaki yaitu Qasim dan Abdullah, dan 4 orang anak perempuan, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah, semakin menambah rasa cinta Muhammad pada Khadijah. Meskipun tradisi bangsa Arab kala itu pria memiliki lebih dari 1 istri namun Muhammad tak ada keinginan untuk itu.
Ketika kedua anak lelaki Muhammad meninggal saat usia masih kecil, meninggalkan kesedihan yang dalam sehingga beliau kemudian mengangkat seorang anak bernama Zaid bin Muhammad untuk menggantikan kerinduannya pada anak laki-lakinya yang telah tiada.
Wahyu pertama Nabi Muhammad SAW
Kebiasaan Muhammad saat bulan Ramadhan adalah menyepi ke gua Hira yang jaraknya sekitar 2 jam berjalan kaki dari Mekkah. Allah menggerakkan Beliau menyendiri sejenak dari keriuhan dunia untuk bertafakur dan merenung betapa ia gundah melihat kesesatan dan kemaksiatan yang terjadi di hadapannya.
Akhlaknya yang begitu mulia dan terpuji itu membuatnya tak mau mengikuti agama dan kebiasaan kaumnya. Namun untuk mengubah cara berpikir mereka bukanlah perkara mudah karena memang telah turun temurun dilakukan.
Dalam perenungannya kadang-kadang ada suara-suara yang memanggil-manggilnya. Ketika beliau tersadar dilihatnya cahaya sehingga membuatnya takut apakah itu merupakan bahaya baginya. kemudian beliau pulang kerumah dan menceritakan pengalamannya pada Khadijah. Khadijah kemudian menenangkannya dengan mengatakan, “Allah-lah tempat berlindung. Allah tidak akan menimpakan hal itu padamu, sebab Demi Allah, engkau adalah orang yang senantiasa melaksanakan amanah, menyambung silaturrahim dan jujur dalam ucapan.”
Kebiasaaan Muhammad untuk menyendiri di gua Hira saat Ramadhan tidak terhenti meskipun kejadian itu berulang beberapa kali. Hingga pada suatu malam, saat usia Muhammad tepat menginjak 40 tahun, ketika beliau sedang tidur terdengar suara yang mengatakan, “Bacalah!” yang merupakan wahyu pertama yang diterima Muhammad yang kemudian menjadi bagian dari Surat Al Alaq ayat 1-5.
Ketika Muhammad pulang kerumah masih tampak rasa ketakutan diwajahnya sehingga membuat Khadijah mencemaskan apa yang sedang terjadi pada suaminya.
Muhammad kemudian bercerita padanya, “ Wahai Khadijah, apakah engkau tahu, aku telah melihat apa yang kulihat dalam mimpiku dan mendengar suara yang membuatku takut? Sungguh dia adalah Jibril yang menampakkan dirinya kepadaku dan berbicara denganku serta membacakan perkataan yang aku terkejut mendengarnya. Kemudian ia kembali dan memberitahuku bahwa aku adalah Nabi umat ini.”
Kemudian Khadijah menjawab, “Bergembiralah wahai suamiku dan tegarlah. Demi Zat yang Khadijah berada ditanganNya, sungguh aku berharap kiranya engkau menjadi Nabi untuk umat ini.”
Khadijah kemudian menemui Waraqah bin Naufal dan menceritakan apa yang terjadi. Waraqah kemudian berpesan agar Muhammad tabah dan teguh hati karena Muhammad didatangi oleh Jibril yang pernah mendatangi Musa.
Setelah wahyu pertama itu turun, selama 3 tahun kemudian tak ada wahyu lagi yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Periode terputusnya wahyu adalah saat-saat yang paling sulit bagi Nabi Muhammad SAW karena memikirkan risalah yang diembannya. Bagaimana memulainya dan apa yang harus dilakukannya? Sedangkan Jibril tak pernah lagi datang kehadapannya untuk memberikan petunjuk tentang tugas kenabiannya.
Bahkan Muhammad sempat berpikir apakah Allah meninggalkannya karena dirinya tak pantas untuk mengemban tugas yang sangat berat itu. Rasa sedih dan cemasnya ditenangkan oleh Khadijah yang mengatakan, “Demi Allah, sekali-kali tidak. Allah tidak akan pernah meninggalkanmu sebab engkau adalah orang yang senantiasa menyambung silaturrahim, memuliakan tamu, menanggung beban yang berat, menolong yang benar, dan engkau memiliki sifat-sifat kebaikan yang tidak mungkin bagi setan menjerumuskan.”
Sumber : Buku “Muhammad Sang Yatim” Karya Prof.Dr. Muhammad Sameh Said