Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Sang Kepercayaan Umat dan Penakluk Negeri Syam

Selasa, 11 Juni 2024 | 14:34 WIB Last Updated 2024-06-11T07:37:16Z
Daftar Isi [Tampilkan]

Kisah Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Sahabat Rasulullah
Ilustrasi Abu Ubaidah bin Al Jarrah


Abu Ubaidah bin Al Jarrah merupakan salah satu sahabat Nabi yang dijamin masuk surga karena kehebatan dan keberaniannya. Ia merupakan sahabat Nabi yang memiliki pengaruh besar dalam ekspansi dan perluasan wilayah islam ke luar wilayah Arab. Ia juga merupakan sahabat yang masuk islam dalam periode awal (Assabiqunal Awwalun). Abu Ubaidah merupakan seorang yang taat dan tidak mementingkan jabatan dalam pemerintahan meskipun ia layak memegangnya. Ia dipercaya oleh Khalifah Umar bin Al Khattab Al Faruq sebagai komandan pasukan muslim dalam peperangan Yarmuk melawan Kekaisaran Byzantium dalam memperebutkan wilayah Negeri Syam. Karena kehebatannya, ia berhasil membunuh komandan Byzantium. 


Biografi Abu Ubaidah bin Al Jarrah  

Abu Ubaidah bin Al Jarrah memiliki nama lengkap Amir bin Abdullah bin Jarrah Al Quraisyi Al Fihri Al Makki. Ia lahir di Mekkah dari sebuah keluarga yang terhormat. Ia masuk Islam melalui perantara Abu Bakar Ash Shiddiq sebelum Rasulullah berdakwah di Darul Arqam. Abu Ubaidah ikut menemani hijrah Rasulullah ke Habasyah. Abu Ubaidah dijuluki sebagai sang kepercayaan umat, Rasulullah pernah bersabda tentangnya “Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan sesungguhnya kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al Jarrah”. 


Abu Ubaidah bin Al Jarrah Dalam Peperangan

Abu Ubaidah bin Al Jarrah merupakan orang yang mengabdikan hidupnya hanya untuk berjuang di jalan Allah demi mengibarkan panji-panji Islam. Ia turut serta mendampingi Rasulullah dalam beberapa peperangan, seperti Perang Badar dan Perang Uhud. Ketika perang Badar meletus tahun 624 Masehi, Abu Ubaidah berhasil menyusup ke barisan pasukan musuh tanpa rasa takut, namun seseorang prajurit dari pasukan musuh menghadang dan menyerang Abu Ubaidah, prajurit tersebut ternyata adalah Abdullah bin Al Jarrah, ayah kandungnya sendiri. Abu Ubaidah tidaklah membunuh ayahnya melainkan membunuh kemusyrikan yang bersarang di tubuh ayahnya. 


Ia melihat ayahnya membunuh saudara-saudara muslimnya, Abu Ubaidah akhirnya memutuskan sikap untuk melawan dan menyerang ayahnya. Abu Ubaidah berkata “Wahai ayah bertobatlah, sadarilah bahwa jalan yang engkau tempuh adalah jalan yang sesat, ikutlah bersamaku dan jadilah keluargaku karena iman”. 


Kemudian sang ayah berkata “Anak kurang ajar, bukan untuk ini kau kubesarkan. Sungguh, jika aku tahu akan begini jadinya, sudah dari dulu engkau kubunuh. Dasar anak durhaka”. Abu Ubaidah pun menjawab “Jika ayah tidak mau menuruti nasihatku, maka maafkan aku jika harus melawan ayah”. “Apa ?, kau menantangku, dasar anak tak tahu diuntung. Ayo maju, biar sekalian kupenggal kepalamu seperti teman-teman muslimmu”. 


Abu Ubaidah pun maju dan menyerang ayahnya, pertarungan sengit pun terjadi antara ayah dan anak tersebut. Keduanya saling beradu pedang hingga Abu Ubaidah berhasil mendesak dan merobohkan sang ayah setelah beberapa waktu bertarung. Ayahnya pun roboh bersimbah darah, Abu Ubaidah berkata “Maafkan saya ayah” sambil menatap lirih ke arah ayahnya. Tindakan Abu Ubaidah tersebut menyebabkan turunnya wahyu Surah Al Mujadalah ayat 22 : 


Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha dengan mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah, ingatlah hanya golongan Allah lah yang beruntung” (Q.S. Al Mujadalah :22).  


Abu Ubaidah juga aktif dalam membantu pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA. Awal pemerintahan Khalifah Abu Bakar RA sibuk dengan memerangi orang-orang yang berasal dari Jazirah Arab. Mereka mulai kembali ke kepercayaan awal mereka yang menyembah berhala dan mulai menolak untuk membayar zakat. Selain itu, muncul juga tokoh-tokoh yang mengaku sebagai Nabi seperti Musailamah Al Kadzab. Namun sang Khalifah berhasil menumpas itu semua dengan sukses. 


Khalifah Abu Bakar RA kemudian menyiapkan pasukan untuk menaklukkan Negeri Syam. Beliau kemudian mengutus Abu Ubaidah, Yazid bin Abu Sufyan, Amr bin Al Ash, dan Syurahbil bin Hasanah. Maka terjadilah pertempuran di dekat Ramalah (Palestina) dan kaum muslimin berhasil memenangkannya. Kabar kemenangan itu kemudian disampaikan kepada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA yang saat itu sedang sakit. Ketika pasukan Muslimin sedang mengepung Damaskus, Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq wafat, maka dengan segera Khalifah Umar RA yang telah menggantikannya mengeluarkan perintah untuk mencopot Khalid bin Walid sebagai panglima dan digantikan dengan Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Khalid bin Walid pun menerima dengan lapang dada pencopotannya sebagai panglima padahal saat itu ia sedang berada di puncak kegemilangannya. 


Ketika Perang Uhud berkecamuk tahun 3 Hijriyah, Abu Ubaidah dapat melihat gerak-gerik pasukan musuh bahwa yang diincar oleh mereka bukanlah harta, melainkan ingin membunuh Rasulullah. Ia pun berjanji pada dirinya sendiri untuk terus melindungi Rasulullah, ketika sedang bertarung melawan musuh, ia tetap mengawasi Rasulullah dari jarak jauh untuk memastikan keselamatan Rasulullah. Ketika ia melihat ada bahaya yang akan mengancam Rasulullah, maka ia dengan secepat gerakannya langsung berdiri melindungi Rasulullah. Ia menerkam musuh-musuh Allah dan menghalau mereka ke belakang sebelum mencelakai Rasulullah. Ketika ia terkepung oleh musuh, ia sempat melihat bahwa Rasulullah terkena anak panah dari musuh sehingga menyebabkan Rasulullah terluka dan berdarah. Ia langsung mendekati Rasulullah dan mengusap darah itu tangan kanannya. 


Ketika Khalid bin Walid sedang memimpin tentara Islam dalam pertempuran besar Yarmuk, Khalifah Umar bin Al Khattab mengirim pesan untuk menggantikan Khalid bin Walid dengan Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Namun, Abu Ubaidah merahasiakan pemberitahuan tersebut sampai peperangan selesai dan kaum muslimin memenangkan pertempuran. Khalid bin Walid berkata kepada Abu Ubaidah “Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda tidak menyampaikan berita itu ketika anda menerimanya ?”, Abu Ubaidah menjawab “Saya tidak ingin mengganggu anda yang sedang berperang, saya tidak mengharapkan kekuasaan, dan saya berjuang bukan untuk dunia”. Popularitas Khalid bin Walid dalam kemiliteran Islam saat itu memang nyaris tak tertandingi. Setelah pertempuran berakhir, Abu Ubaidah resmi diangkat menjadi gubernur untuk Negeri Syam dan menjadi puncak pimpinan para komandan perang untuk melindungi wilayah yang luas. 


Pada suatu hari di Madinah, ketika Khalifah Umar bin Al Khattab sibuk menangani urusan dunia Islam yang luas, tiba-tiba datang seorang yang menyampaikan berita berkabung atas wafatnya Abu Ubaidah. Kedua mata Umar bin Al Khattab terpejam dan dipenuhi linangan air mata. Air matanya mengalir, hingga akhirnya Amirul mukminin membuka matanya dan berserah diri. Khalifah Umar berkata “Orang kepercayaan umat ini telah wafat di atas bumi Persia yang telah dibersihkannya dari Paganisme bangsa Romawi. Di pangkuan bumi Yordania, bermukim tulang kerangka yang mulia, yang dulunya tempat bersemayam jiwa dan ruh pilihan”. 


Abu Ubaidah Dalam Perang Yarmuk 

Peperangan Yarmuk meletus pada bulan Agustus tahun 636 Masehi atau bertepatan dengan hari senin, tanggal 5 Rajab tahun 15 Hijriyah. Peperangan ini merupakan peperangan yang menentukan nasib Negeri syam setelahnya. Dalam peperangan tersebut, banyak petinggi Romawi dan juga kaum muslimin tewas. Kekuatan superpower Byzantium tentu saja membuat kaum muslimin kewalahan, namun berkat pertolongan Allah pasukan Islam dapat memenangkan perang tersebut. 


Pasukan Byzantium ketika itu dipimpin oleh panglima mereka yang bernama Gregorius, yang pada akhirnya Gregorius pun memeluk islam. Hal ini terjadi ketika Gregorius berhadapan dengan Khalid bin Walid dan Khalid bin Walid berhasil mendesak mundur Gregorius. Gregorius akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam dan belajar Islam sekilas, kemudian bertempur bersama pasukan muslimin melawan mantan prajurit kafirnya. Namun, Gregorius syahid di tangan mantan prajuritnya sendiri. Sejumlah sahabat syahid dalam perang di Yarmuk ini, diantaranya adalah Juwairiyah, putri Abu Sufyan. 


Setelah masuk Islamnya komandan pasukan Byzantium Gregorius, komando pasukan Byzantium kemudian diambil alih oleh Gregory, ia adalah seorang panglima Byzantium yang terkenal kehebatannya. Gregory mendekat ke tengah pasukan Islam dan menantang untuk berduel. Abu Ubaidah seketika bersiap-siap untuk menghadapinya, namun Khalid bin Walid sempat menahannya karena mengetahui reputasi Gregory yang sangat kuat. Abu Ubaidah berkata kepada Khalid bin Walid “Jika aku tidak kembali, engkau harus memimpin pasukan, sampai Khalifah memutuskan perkaranya”.  


Abu Ubaidah dan komandan Gregory kemudian bersiap-siap di atas punggung kudanya masing-masing, mengeluarkan pedangnya dan mulai berduel. Keduanya merupakan ahli pedang yang tangguh dan memberikan pertunjukkan yang mendebarkan dengan tebasan, tikaman, dan tangkisan. Setelah bertarung beberapa menit, Gregory mundur ke arah pasukannya dan Abu Ubaidah menyusulnya, namun kemundurannya di medan perang  adalah sebuah tipuan untuk menyerang balik Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah merupakan orang yang telah mengetahui teknik pedang yang dipelajari Gregory. Abu Ubaidah kemudian berhasil menebas batang leher Gregory sehingga Gregory roboh ke tanah. Abu Ubaidah sempat terdiam di atas kudanya sambil menatap tubuh komandan besar Byzantium tersebut. 


Abu Ubaidah kemudian mengirim berita kemenangan itu kepada Khalifah Umar bin Al Khattab dan juga mengirimkan seperlima harta rampasan perang. Abu Ubaidah memerintahkan Basyir bin Sa'ad bin Ubaid As Suffar untuk mengejar sisa-sisa tentara musuh.


Peristiwa perang Yarmuk jika dilihat dari jumlah pasukan antara Islam dengan Byzantium, maka tentu secara logika perang ini akan dimenangkan oleh pasukan Byzantium. Namun karena kegigihan kaum muslimin dalam membela agama Allah serta datangnya pertolongan Allah, maka peristiwa perang Yarmuk dapat dimenangkan oleh kaum muslimin. Jumlah pasukan muslim yang tewas dalam peperangan ini yaitu sekitar 4.000 orang, sedangkan dari pihak Byzantium jumlahnya sekitar 70.000 hingga 120.000 orang.  


Wafatnya Abu Ubaidah bin Al Jarrah 

Abu Ubaidah bin Al Jarrah wafat pada tahun 18 Hijriyah ketika berusia 58 tahun diakibatkan karena wabah yang melanda Negeri Syam kala itu. Khalifah Umar bin Khattab memerintahkannya untuk meninggalkan Syam namun Abu Ubaidah menolak hingga akhirnya ia wafat karena wabah tersebut. Ia lalu dimakamkan di Yordania.


Referensi : 

[1] Brata., Y.R, dan Gustina., R.D. 2014. Peranan Abu Ubaidah bin Al Jarrah Dalam Perang Yarmuk Tahun 636 Masehi. Jurnal Artefak. 2 (1) : 45-58. 

[2] Matin., F.S. 2016. Sepuluh Sahabat Nabi Yang Dijamin Masuk Surga. Surakarta : PSQ Publishing.