Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Abdul Muthalib Kakek Nabi Muhammad SAW

Selasa, 11 Juni 2024 | 21:32 WIB Last Updated 2024-06-11T14:41:35Z
Daftar Isi [Tampilkan]
Gambar Ilustrasi | Foto oleh Noureddine Belfethi dari Pexels

Silsilah Abdul Muthalib

Abdul Muthalib merupakan salah seorang pemuka kaum Quraisy sekaligus kakek dari Nabi Muhammad SAW. Nama aslinya adalah Syaibah bin Hasyim, namun ia kerap kali dipanggil dengan sebutan Abdul Muthalib. Ia memiliki nama lengkap Syaibah bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. 


Quraisy adalah sebuah keluarga terhormat dari keturunan Isma’iliyah. Salah satu dari keturunan Nabi Isma’il ini bernama Fihr yang memiliki lain Quraisy. Pada abad kelima Masehi, salah satu keturunan Quraisy yang bernama Qushay berhasil menyatukan suku-suku Quraisy. Ia kemudian mendirikan Dar An Nadwah sebagai tempat berkumpulnya para pemuka Quraisy. Di tempat ini, Qushay menjalankan urusan administrasi pemerintahannya. Ia memasak air dan makanan untuk para peziarah selama musim haji. Hal ini membuktikan bahwa ia merupakan seorang pemimpin yang bijaksana. Sepeninggal Qushay, puteranya yang bernama Abdud Dar menjadi penguasa wilayah Hijaz dan menjadikan Mekkah sebagai pusat pemerintahannya. Sepeninggal Abdu Dar, ia digantikan oleh saudaranya yang bernama Abdu Manaf. Abdu Manaf memiliki tiga orang putera, yaitu Al Muthalib, Hasyim, dan Abdu Syams. 


Sejarah Abdul Muthalib

Sepeninggal Abdu Manaf, puteranya yang bernama Hasyim menggantikan kepemimpinannya. Hasyim merupakan orang yang sangat cakap dalam kemiliteran. Putera Abdu Syams yang bernama Umayyah berusaha merebut kekuasaan dari pamannya Hasyim, dan dalam sebuah perkelahian Umayyah dikalahkan oleh Hasyim. Umayyah kemudian dijatuhi hukuman pengasingan selama sepuluh tahun di luar kota oleh Dewan Hukum dan Pengadilan. 


Hasyim merupakan kakek buyut Nabi Muhammad SAW sekaligus pemimpin suku Quraisy kala itu. Hasyim menikah dengan seorang wanita Madinah dan dikaruniai seorang anak lelaki yang diberi nama Syaibah bin Hasyim. Setelah kematian Hasyim, saudara laki-lakinya yang bernama Muthalib menggantikannya dan membawa Syaibah ke Madinah. Setibanya di Madinah, orang-orang Madinah menyangka bahwa Syaibah adalah budaknya Muthalib dan memanggil Syaibah dengan panggilan Abdul Muthalib yang berarti hambanya Muthalib. Sejak saat itulah kakek Nabi Muhammad itu dipanggil dengan sebutan Abdul Muthalib. 


Sifat kedermawanan dan kebijaksanaan Abdul Muthalib membuatnya dipercaya dan diakui sebagai pemimpin suku Quraisy. Namun Harb putera Umayyah tidak mengakuinya yang menyebabkan Harb diusir dari kota seperti hukuman yang pernah diterima oleh ayahnya. Hal inilah yang menjadi akar pertikaian antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah dan mempengaruhi perjalanan dakwah Rasulullah di kemudian hari. 


Abdul Muthalib menikah dengan Salma binti ‘Amr yang merupakan wanita mulia dan harga diri tinggi sehingga memberikan beberapa syarat sebelum menerima pinangan Abdul Muthalib. Abdul Muthalib mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Ketika ia berusia 70 tahun, pasukan gajah yang dipimpin oleh Raja Abrahah datang menyerang Ka'bah . Mereka menyerbu Kota Makkah dan Ka'bah dengan mengendarai gajah. Namun usaha Abrahah gagal karena Allah mengirimkan kawanan burung yang melempari Abrahah dan pasukannya dengan batu yang terbakar. Peristiwa penyerangan Ka'bah ini terjadi pada tahun 570 Masehi dan pada tahun itulah Nabi Muhammad SAW lahir. 


Sebelum terjadinya peristiwa penyerangan Ka'bah oleh Abrahah ini, Abdul Muthalib menitipkan puteranya yang bernama Abdullah kepada salah seorang kepala suku dari suku Bani Zahra yang bernama Wahab. Di Rumah inilah Abdullah menikah dengan puteri Wahab yang bernama Aminah binti Wahab, dan dari pernikahan ini dilahirkannya Nabi Muhammad. 


Abdullah hidup bersama Aminah hanya selama tiga hari di rumah Wahab, Abdullah kemudian pergi meninggalkan Aminah menuju Negeri Syam untuk urusan perdagangan. Ketika dalam perjalanan pulang dari Negeri Syam, ia jatuh sakit di dekat Madinah dan wafat dengan meninggalkan lima ekor unta dan sejumlah biri-biri serta seorang budak perempuan yang bernama Ummu Aiman. Harta kekayaan inilah yang akan menjadi warisan Muhammad dari ayahnya.   


Suatu ketika Abdul Muthalib berbaring dekat Hijr Ismail dan bermimpi bahwa ia diperintahkan untuk menggali Zam-zam dan mimpi itu terulang di kemudian hari. Awalnya Abdul Muthalib ragu dan khawatir jika sampai dicemooh masyarakat. Ia kemudian meminta pendapat kepada istrinya Samra’ binti Jundub. Sang istri lalu mendukung dan mendorongnya untuk memenuhi perintah mimpinya itu. Sikap Abdul Muthalib untuk meminta pendapat dari istrinya ini menunjukkan bahwa ia sangat menghargai wanita, padahal kala itu, wanita masih dianggap rendah oleh sebagian masyarakat. Ia pernah diejek oleh Adi bin Naufal bin Manaf karena ia belum memiliki anak. Ia kemudian bernazar bahwa jika ia memiliki sepuluh orang putera (yang telah mencapai dewasa), maka ia akan mengorbankan salah seorang dari putranya ke Ka'bah. 


Ketika Abdullah yang akan menjadi ayah Nabi Muhammad telah mencapai usia dewasa, maka genaplah putera Abdul Muthalib menjadi sepuluh orang. Puteranya yang paling dikenal dalam sejarah Islam yaitu Abu Thalib, Al Abbas, Hamzah dan Abu Lahab. Abdul Muthalib kemudian  melangkah untuk memenuhi nazarnya. Ia menuju Kakbah dan melakukan pengundian siapa diantara puteranya yang akan dikorbankan. Ternyata nama yang muncul dalam undian tersebut adalah putera terkecilnya yaitu Abdullah. Abdul Muthalib kemudian dengan hati yang teguh mengambil pisau sambil menggandeng anaknya Abdullah menuju Kakbah. Namun, masyarakat Mekah mencegah Abdul Muthalib dari menyembelih anaknya dan menyarankan Abdul Muthalib untuk pergi ke Khaibar menemui seorang Kahin (peramal) dan kahin tersebut menyarankan agar Abdul Muthalib melakukan undian dengan sepuluh ekor unta. Setelah sepuluh kali mengundi, barulah nama Abdullah terbebas dari penyembelihan dan tergantikan dengan seratus ekor unta. 


Agama Abdul Muthalib

Semasa hidupnya, Abdul Muthalib sama sekali tidak pernah menyembah berhala. Ia masih menganut agama yang dibawa oleh Nabi Isa ‘Alaihissalam yang meyakini tauhid dan memiliki ilmu ma’rifat kepada Allah sehingga jika ia bernazar atau bersumpah hanya diniatkan kepada Allah. Ini membuktikan bahwa leluhur Nabi Muhammad merupakan orang yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Meskipun yang memiliki harta kekayaan yang melimpah adalah Abdu Syams, namun leluhur Nabi diakui sebagai tokoh-tokoh yang memiliki kepribadian yang mengagumkan dan kecenderungan untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan serta kedamaian. 


Abdullah putra Abdul Muthalib merupakan ayah dari Nabi Muhammad dan memiliki garis keturunan yang jelas. Abdullah lahir dari salah seorang istri Abdul Muthalib yang Fathimah binti Amr bin Aiz Al Makhzumiyah. Abdullah rela untuk disembelih oleh ayahnya karena ketaatan dan kepatuhannya kepada ayahnya, Abdul Muthalib. Abdul Muthalib juga rela untuk mengorbankan putra yang paling dicintainya karena ketaatannya kepada Allah untuk memenuhi nazarnya. Peristiwa ini serupa dengan yang terjadi dengan leluhur mereka yaitu Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dan putranya Ismail’Alaihissalam. Namun, Allah menyelamatkan Abdullah dengan penebusan seratus ekor unta. Abdul Muthalib wafat pada tahun 578 Masehi.  


Referensi : 
Jaya., A. 2011. Kontribusi Pemikiran Muhammad SAW Pra dan Pasca Kenabian Era Mekkah. Ta’dib. 16 (2) : 228.   
Rahim., R M. 2019. Mengenal Sisi Kemanusiaan dan Kerasulan Muhammad bin Abdullah. Rausyan Fikr. 15 (2) : 327-352.