Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Meneladani Kisah Ashabul Kahfi yang Allah Abadikan Dalam Al-Quran

Selasa, 11 Juni 2024 | 21:47 WIB Last Updated 2024-06-11T14:47:48Z
Daftar Isi [Tampilkan]
Ilustrasi Gua | Photo by Bruno van der Kraan on Unsplash

Di dalam Al Qur’an, banyak diantara ayat-ayatnya yang menceritakan mengenai kisah-kisah terdahulu, seperti kisah mukjizat para Nabi dan Rasul, kisah kemuliaan orang-orang Shalih, dan kisah kehancuran orang-orang zalim dan menyombongkan diri. Semua kisah-kisah ini bertujuan untuk menunjukkan kebesaran Allah serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Al Qur’an juga menceritakan kisah teladan dari para pemuda beriman yang lari dari kejaran penguasa zalim ketika itu dan mereka bersembunyi di dalam gua yang bernama "Gua Rajib" sekitar 8 kilometer dari Amman, Yordania. hingga akhirnya mereka tertidur di dalam gua itu hingga sekitar 300 tahun lamanya, dan Allah membangunkan mereka ketika si penguasa zalim tersebut telah tiada. Kisah para pemuda ini lazim disebut dengan kisah Ashabul Kahfi. Kisah mereka diabadikan di dalam Al Qur’an sekaligus menjadi nama surah tersebut, yaitu Surah Al Kahfi, dan kisah mereka diceritakan pada ayat 9 hingga ayat 26. 

Masih menjadi perdebatan mengenai kisah para pemuda yang tertidur dalam gua selama 309 tahun tersebut. Ada yang berpendapat bahwa peristiwa tersebut terjadi masa setelah diangkatnya Nabi Isa Alaihissalam ke langit dan sebelum lahirnya Nabi Muhammad, sehingga para pemuda tersebut masih menganut keyakinan yang dibawa oleh Nabi Isa Alaihissalam. Mengenai gua tempat mereka tertidur juga tidak diketahui secara pasti. 

Kisah tertidurnya para pemuda Ashabul Kahfi diperkirakan terjadi di Negeri Romawi tepatnya di sebuah kota bernama Aphesus yang sekarang dikenal dengan nama Kota Tarsus dan saat ini menjadi bagian dari wilayah negara Turki Modern. Penduduk negeri itu dahulu memiliki raja yang baik. Setelah kematian sang raja tersebut, berita kematiannya terdengar oleh seorang raja Persia yang bernama Raja Diqyanius, yang merupakan seorang penguasa yang kafir dan zalim. Diqyanius kemudian datang menyerang dan menguasai Kota Aphesus. Sejak saat itu, Kota Aphesus diperintah oleh seorang Raja yang zalim dan durhaka. 

Raja Diqyanius kemudian membangun istana di kota Aphesus yang dilengkapi dengan singgasana yang mewah. Ia juga mengangkat 6 orang dari anak-anak para bangsawan untuk menjadi menteri-menterinya dan membantunya dalam memerintah. 6 orang yang diangkat Diqyanius bernama Tamlikha, Miksalmina, Mikhaslimina, Martelius, Casitius, dan Sidemius. Salah seorang dari mereka yang bernama Tamlikha terkenal sebagai orang yang sangat cerdas, sehingga teman-temannya begitu menghormatinya. Keenam orang itu sering berdiskusi dengan Raja Dqyanius. Raja Diqyanius semakin lama semakin bertingkah angkuh dan sombong dan mulai mengaku-ngaku sebagai Tuhan. Karena kecerdasan yang dimilikinya, pembantu Raja Diqyanius yang bernama Tamlikha akhirnya sadar bahwa Raja Diqyanius bukanlah Tuhan yang patut disembah. Tamlikha kemudian mengajak teman-temannya untuk menyembah hanya kepada Tuhan di langit yang meninggikan langit, menggerakkan bulan dan matahari, dan yang menumbuhkan pepohonan, bukan kepada Raja Diqyanius. 

Tamlikha kemudian bersama dengan kelima orang temannya menaiki kuda mereka dan pergi meninggalkan Kota Aphesus tanpa sepengetahuan Raja Diqyanius. Mereka terus bergerak hingga jarak 3 mil dari Kota Aphesus. Ketika mereka sedang beristirahat, mereka bertemu dengan seorang penggembala kambing yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Penggembala tersebut menawarkan bantuan berupa susu kambing kepada Tamlikha dan kawan-kawannya. Tamlikha kemudian menceritakan apa yang terjadi kepada penggembala tersebut, dan penggembala tersebut lalu bertekuk lutut di depan mereka dan memutuskan untuk mengikuti jalan keenam pemuda tersebut. Penggembala tersebut kemudian pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalanya dan ia kembali bersama dengan seekor anjing. Anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Anjing ini dikisahkan bersama dengan para pemuda Ashabul Kahfi.

Keenam pemuda tersebut bersama seorang penggembala dan seekor anjingnya kemudian pergi menuju ke sebuah bukit yang disebut dengan bukit Naglus dan mereka mendekati sebuah gua bernama gua Washid. Di depan gua itu, tumbuh pohon yang berbuah dan sebuah air yang mengalir. Mereka lalu makan dari buah itu dan minum dari air yang mengucur tersebut. Ketika mereka beristirahat di dalam gua, tanpa sadar mereka tertidur. Allah kemudian memerintahkan malaikatnya untuk mencabut nyawa mereka dan membolak-balikkan tubuh mereka dari kiri ke kanan. 

Suatu ketika, Raja Diqyanius menyadari akan kepergian keenam orang pembantunya tersebut. Raja Diqyanius kemudian berangkat bersama 80.000 pasukan berkuda untuk mencari keberadaan para menterinya tersebut, namun ia tidak berhasil dalam menemukan Tamlikha dan kawan-kawannya. 

309 tahun pun berlalu, dan Kota Aphesus sudah tidak lagi diperintah oleh Raja zalim Diqyanius. Kota Aphesus ketika itu diperintah oleh seorang Raja Adil dan Bijaksana. Ketika mereka semua terbangun, mereka mengira bahwa mereka tertidur selama semalam, namun ternyata itu sudah 300 tahun lamanya dan Kota Aphesus sudah banyak berubah. Ketika terbangun, mereka merasa kelaparan, dan mengutus salah seorang untuk pergi ke kota membeli makanan. Akhirnya Tamlikha mengajukan diri untuk pergi ke kota untuk membeli makanan. Ia segera mengenakan pakaian dan bergegas menuju Aphesus. 

Sepanjang perjalanan menuju kota, ia melihat tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dilihatnya, dan ketika memasuki gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar bertuliskan “Tiada Tuhan Selain Allah dan Isa Adalah Utusan Allah”. Tamlikha berhenti sejenak sambil memandang bendera tersebut dan berkata “kukira aku masih tertidur”. Ia lalu memasuki kota dan melihat banyak orang yang sedang membaca Injil. Ia lalu pergi ke pedagang roti untuk membeli makanan. Pedagang roti tersebut menyangka bahwa Tamlikha menemukan harta karun karena uang koin yang digunakan untuk membeli roti merupakan mata uang yang berbeda yang digunakan saat itu. Uang yang digunakan oleh Tamlikha ternyata adalah uang yang pernah digunakan ratusan tahun silam. 

Tamlikha lalu ditangkap dan dibawa ke hadapan raja saat itu. Raja yang memerintah saat itu merupakan Raja yang adil dan Bijaksana. Sang Raja kemudian bertanya kepada Tamlikha “Engkau tak perlu takut, Nabi Isa Alaihissalam memerintahkan agar kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah seperlima itu dan engkau akan selamat”. Tamlikha menjawab “Aku tidak menemukan harta karun baginda, aku merupakan salah satu penduduk kota ini”. 

Raja kemudian memerintahkan Tamlikha untuk menunjukkan lokasi rumahnya dan ia dikawal oleh beberapa pembesar kerajaan. Sesampainya di rumah yang dimaksud, Tamlikha lalu mengetuk pintu dan keluarlah seorang lelaki tua lanjut usia, ia lalu bertanya kepada orang-orang yang datang “Kalian ada perlu apa ?”. 

Utusan Raja yang menemani Tamlikha menjawab “ Pemuda ini mengaku bahwa rumah ini adalah miliknya” 

Orang tua itu marah dan bertanya kepada Tamlikha “Siapa namamu ?” 
“Aku Tamlikha putera Filistin” 

Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di hadapan Tamlikha dan berkata “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang diantara orang-orang yang melarikan diri dari kejaran Raja Zalim, Diqyanius”.
 
Setelah mengetahui peristiwa yang terjadi di rumah itu, sang Raja kemudian pergi untuk menemui Tamlikha. Pada masa itu, Kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan, dimana yang satu beragama Islam dan satu lagi beragama Nasrani. Dua orang Negarawan ini kemudian membawa Tamlikha menuju ke gua tempat ia tertidur. Sesampainya dekat gua, Tamlikha berkata kepada kedua orang bangsawan tersebut “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, mereka pasti mengira Diqyanius telah datang, oleh karena itu berhentilah disini dan biarkan aku saja yang menemui mereka”. 

Tamlikha masuk ke dalam gua dan berkata kepada teman-temannya “Tahukah kalian sudah berapa lama kalian tertidur disini ?”. “Kami tinggal beberapa hari saja”, jawab mereka. “Tidak”!, kalian sudah tinggal di gua ini selama 309 tahun, Raja Diqyanius sudah lama meninggal dunia, generasi demi generasi telah silih berganti dan penduduk Kota Aphesus telah beriman kepada Allah , mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian”. 

Para pemuda itu kemudian mengangkat tangan dan berdoa “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang telah kami alami, maka cabutlah nyawa kami kembali tanpa sepengetahuan orang lain”. 

Allah mengabulkan permohonan mereka dan mencabut nyawa mereka, kemudian Allah melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Pada saat itu, dua orang bangsawan tadi menjadi yakin betapa hebatnya kekuasaan Allah. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera mendekati gua dan mencari pintu gua, namun tak ada hasil dan tak ada lubang yang menjadi pintu gua.