Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash, Sang Pemanah Jitu Penakluk Persia

Selasa, 11 Juni 2024 | 14:41 WIB Last Updated 2024-06-11T07:41:10Z
Daftar Isi [Tampilkan]
Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash
Ilustrasi "Sa’ad bin Abi Waqqash"

Sa’ad bin Abi Waqqash merupakan salah satu mujahid Islam yang terkenal, dan beliau adalah salah satu dari 10 Sahabat Rasulullah yang di jamin masuk Surga. Sa'ad bin Abi Waqqash dikenal dengan keberanian dan kehebatannya dalam memimpin Peperangan Qadisiyah melawan Imperium Persia serta berjasa dalam menyebarkan Islam di wilayah Persia. Sa’ad merupakan salah satu dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Ia juga merupakan orang-orang yang masuk Islam pada periode awal (Assabiqunal Awwalun). Sa’ad juga terkenal karena keahliannya dalam menembakkan anak panah dan ia merupakan orang pertama yang menembakkan anak panah di jalan Allah. 

Biografi Sa’ad bin Abi Waqqash

Sa’ad bin Abi Waqqash atau yang sering dipanggil Sa’ad bin Malik Az Zuhri dilahirkan di Mekkah dan berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy. Ia adalah paman Rasulullah dari pihak ibu. Ibunda Rasulullah, Aminah binti Wahab berasal dari kabilah yang sama dengan Sa’ad yaitu Bani Zuhrah. Sa’ad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan tumbuh menjadi pemuda yang cerdas dan pemberani. Sa’ad bin Abi Waqqash memiliki nama lengkap Sa’ad bin Malik bin Uhaib Abu Ishaq bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Meski Sa’ad berasal dari Mekkah, namun ia sangat membenci cara beragama masyarakat Mekkah yang menyembah berhala kala itu.    

Keislaman Sa’ad bin Abi Waqqash 

Dari sepuluh orang sahabat Nabi yang pertama kali masuk Islam, Sa’ad merupakan orang ketiga yang masuk Islam. Pada suatu hari, Sa’ad didatangi oleh Abu Bakar dan mengajak Sa’ad menemui Rasulullah di salah satu perbukitan di Mekkah. Pertemuan Sa’ad dengan Rasulullah itu menjadi awal bagi Sa’ad untuk mengenal Islam dan segera setelah itu ia memeluk islam ketika ia berusia 17 tahun. Keislaman Sa’ad bin Abi Waqqash sempat ditentang oleh ibunya. Ibunya sangat marah ketika mengetahui bahwa anaknya masuk Islam. Ibunya berkata “Wahai Sa’ad apakah kamu telah meninggalkan agamamu dan agama bapakmu untuk mengikuti agama baru itu ?, aku tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama itu”, ancam sang ibu. Sa’ad lalu menjawab “Demi Allah aku tidak akan meninggalkan agamaku”. 

Ibunya benar-benar paham bahwa Sa’ad tidak akan meninggalkan agama baru itu dan benar-benar tidak mau makan hingga beberapa waktu. Sa’ad kemudian berkata kepada ibunya ‘Wahai ibunda, demi Allah, seandainya engkau memiliki tujuh puluh nyawa kemudian keluar satu demi satu, aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku karena sesuatu”, ibunya lalu sadar bahwa Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasulnya daripada dirinya. 

Sa’ad termasuk ksatria berkuda Arab yang tangguh dan pemberani. Sa’ad tumbuh dalam lingkungan para prajurit yang telah berpengalaman dalam peperangan. Sa’ad ikut terlibat dalam perjalanan dakwah Nabi di beberapa peperangan dengan mengandalkan keahlian memanahnya. 

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata “Sa’ad adalah penunggang kuda pemberani dan ia merupakan salah satu panglima Rasulullah. Ia dimuliakan dan diagungkan pada masa dua Khulafaur Rasyidin yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab”. 

Sa’ad memiliki dua senjata yang sangat ampuh, yaitu panah dan doanya. Sa’ad selalu tepat sasaran ketika menembakkan anak panahnya, itu yang menyebabkan para musuh Islam banyak yang gentar menghadapinya. Rasulullah SAW pernah bersabda “Siapa yang menembakkan panah sampai ke sasaran  dalam jihad di jalan Allah, maka ia memperoleh satu derajat di surga. 

Nama Sa’ad bin Abi Waqqash begitu harum di kalangan para sahabat dan para Tabiin. Ia terkenal sebagai pemanah jitu dari dunia Islam. Sa’ad merupakan pria pemberani pertama yang menembakkan anak panah dalam rangka berjihad membela agama Allah. Sa’ad telah memperoleh penghargaan yang luar biasa karena dia telah melihat dua lelaki berpakaian putih di kanan dan kiri Rasulullah ketika bertempur bersama Rasulullah, dan kedua lelaki itu adalah Jibril dan Mikail. 

Sa’ad bin Abi Waqqash Pahlawan di Qadisiyah 

Pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau berkeinginan untuk menyerang Imperium Persia dan memusnahkan agama menyembah berhala sampai ke akar-akarnya. Khalifah Umar kemudian berunding dengan para sahabat senior mengenai siapa yang akan memimpin perang ini, Kemudian diputuskanlah bahwa Sa’ad bin Abi Waqqashlah yang akan memimpin perang ini. Khalifah Umar lalu menyerahkan panji-panji perang kaum muslimin kepada Sa’ad ketika pengangkatannya sebagai panglima. 

Ketika pasukan yang dipimpin oleh Sa’ad hendak berangkat, Khalifah Umar berpidato memberikan amanat kepadanya, umar berkata “Wahai Sa’ad, janganlah engkau terpesona, sekalipun engkau paman Rasulullah dan sahabat beliau. Sesungguhnya Allah tidak menghapus suatu kejahatan dengan kejahatan. Namun Allah menghapus kejahatan dengan kebaikan. Wahai Sa’ad, sesungguhnya tak ada hubungan kekeluargaan antara Allah dengan seorang pun melainkan dengan mentaati-Nya”. 

Maka berangkatlah pasukan muslim yang diberkati Allah menuju ke Persia dan tiba sebuah tempat bernama Qadisiyah. Pasukan tersebut berjumlah kurang lebih 30.000 orang, dimana pasukan tersebut terdiri dari 99 orang bekas pahlawan Perang Badar, kurang lebih 319 para sahabat yang tergolong dalam Bai’at Ridwan, 300 orang pahlawan yang ikut dalam penaklukan Mekkah bersama Rasulullah, 700 orang putera-putera para sahabat, dan pejuang-pejuang muslim lainnya.   

Ketika Sampai di Qadisiyah, Sa’ad menyerukan seluruh pasukannya untuk bertempur dengan hebat. Ketika pertempuran berkecamuk, suara takbir menggema dimana-mana. Pasukan Persia ketika itu dipimpin oleh komandannya yang bernama Rustum, namun Rustum berhasil dikalahkan dengan dipenggal kepalanya saat itu juga. 

Mengetahui Komandan mereka telah tewas, menjadikan mental pasukan Persia menjadi lemah, hali itu pun memudahkan pasukan muslim untuk menghabisi pasukan Persia satu demi satu hingga akhirnya kaum muslimin memenangkan pertempuran di Qadisiyah tersebut. Kemenangan kaum muslim di Qadisiyah itu menjadi awal tersebarnya dakwah Islam di Negeri Persia. 

Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqash 

Sa’ad bin Abi Waqqash wafat pada tahun 674 Masehi di Kota Madinah ketika ia berusia 88 tahun. Ketika itu, ia berada di rumahnya dalam menghadapi detik-detik kehidupannya yang terakhir. Mush’ab putranya memangku kepalanya sambil menangis. Sa’ad memberi isyarat ke arah peti simpanannya yang berisi sehelai kain yang telah usang dan lapuk dan memerintahkan agar keluarganya mengkafaninya dengan kain itu. 

Sa’ad lalu berkata “Aku telah menghadapi kaum musyrik dengan kain itu dan kain itu kusimpan untuk keperluanku hari ini”. Ketika perang badar berlangsung, Sa’ad berkata “Kita akan bertemu dengan musuh besok, kita akan menjadi syahid besok, maka janganlah kalian mencuci darah kami dan janganlah kamu dikafani kecuali dengan pakaian yang kami pakai”. Sa’ad kemudian menghembuskan nafas terakhirnya di kediamannya ketika itu. Jasadnya dipikul oleh para sahabat menuju ke tempat peristirahatan terakhirnya, dan dimakamkan di pemakaman Al Baqi’.   

Sa’ad bin Abi Waqqash merupakan sahabat muhajirin terakhir yang wafat. Kehidupan Sa’ad bin Abi Waqqash merupakan kehidupan yang terus-menerus diperjuangkan di jalan Allah. Ia mengabdikan hidupnya hanya untuk menyebarkan cahaya Islam di negeri-negeri taklukkan kaum muslim. Ia hidup bahagia di bawah bayang-bayang Khulafaur Rasyidin dan kehidupannya membentang hingga era Kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan. 

Referensi : 
[1] Matin., Farvin S. 2016. Sepuluh Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga. Surakarta : PSQ Publishing.
[2] Laksitannisa Harumi. 2021. “Peran Sa’ad bin Abi Waqqash Dalam Ekspansi Wilayah Kekuasaan Islam Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan”. Departemen Humaniora. Program Studi Hubungan Internasional. Universitas Darussalam Gontor. Gontor.