Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Abu Rayhan Al Biruni, ilmuan muslim dunia

Minggu, 09 Juni 2024 | 20:46 WIB Last Updated 2024-06-09T13:50:32Z
Daftar Isi [Tampilkan]
Kisah Abu Rayhan Al Biruni
Kisah Abu Rayhan Al Biruni

Ilmu pengetahuan dalam dunia Islam berkembang pesat pada era Kekhalifahan Abbasiyah yang  dimulai pada abad ke-8 Masehi. Pada saat itu, muncul berbagai ilmuwan dan cendekiawan muslim dalam berbagai bidang ilmu seperti matematika, astronomi, astrologi, geografi, kebumian, fisika, filsafat, optik, sejarah, kedokteran, dan farmasi. Diantara ilmuwan-ilmuwan yang termasyhur pada saat itu adalah Abu Rayhan Al Biruni, Ibnu Al Haitham, Ibnu Sina, Ibnu Rasyid, dan Al Khawarizmi. Salah satu ilmuwan yang cukup menguasai berbagai bidang ilmu adalah Abu Rayhan Al Biruni. Al Biruni menguasai bidang ilmu matematika, astronomi, dan fisika. Karena keahliannya ini, para orientalis menyebut Al Biruni dengan Ptolomeus Arab. Sepanjang hidupnya, Al Biruni telah menulis sekitar 150 karya, namun hingga saat ini, hanya sepertiga saja dari karya-karyanya yang tersisa. Al Biruni sezaman dengan ilmuwan Ibnu Sina, mereka bahkan sering berkolaborasi dalam bidang astronomi. 

Biografi Abu Rayhan Al Biruni 

Al Biruni memiliki nama lengkap Abu Rayhan Muhammad bin Ahmad Al Biruni. Beliau lahir pada tanggal 4 September 973 Masehi di pinggiran Kota Khawarizm yang saat ini terletak di Uzbekistan, Asia Tengah. Al Biruni dilahirkan dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Setelah mempelajari filsafat, matematika, dan geografi, Al Biruni mulai tertarik untuk mempelajari Astronomi. Pada saat itu, ilmu astronomi sedang berkembang pesat di kawasan Asia Tengah, hal ini dibuktikan dengan didirikannya sekolah-sekolah astronomi di kota-kota Asia Tengah, seperti Kota Samarkand, Bukhara, dan Urgench, pada saat itu juga banyak didirikan observatorium. Al Biruni sangat menguasai bahasa Yunani, India, dan Syria. Al Biruni juga sangat mengagumi beberapa ilmuwan lain seperti Al Farghani, Khodjandi, Abu Wafa, dan Ibnu Yunus. 

Al Biruni terkenal sebagai peletak dasar teori-teori perhitungan segitiga bola. Dalam hidupnya, Al Biruni menetap di Kota Khawarizm hingga usianya 23 tahun. Karena terjadi gejolak politik di Khwarazm, ia pindah ke Kota Jurjan (dekat laut Kaspia). Di Kota Jurjan, Al Biruni menetap selama 15 tahun dan ia berhasil menyelesaikan bukunya yang berjudul Al Atsar Al Baqiyyah ‘an Al Qurun Al Khaliyyah.  

Guru-guru Al Biruni 

Al Biruni berguru untuk pertama kalinya kepada Abu Nashr Mansur Ibnu Ali Ibnu Iraq. Beliau mempelajari Astronomi dari Abu Nashir. Abu Nashir lah yang memperkenalkan kepada Al Biruni unsur-unsur dalam geometri Euclides dan astronomi Ptolomeus. Al Biruni memberikan penilaian tinggi terhadap gurunya itu tentang metode perhitungan garis bujur Apogee matahari dan karya lainnya dalam bidang astronomi. 

Abu Nashr Mansur Ibnu Ali Ibnu Iraq berguru kepada Abu Al Wafa, Muhammad bin Muhammad bin Yahya bin Ismail bin Al Abbas Al Buzjani atau yang dikenal dengan Abu Wafa Al Buzjani. Abu wafa Al Buzjani lahir pada tahun 940 Masehi yang dibesarkan dalam keluarga ilmuwan. Saudara laki-lakinya adalah seorang ilmuwan matematika terkenal bernama Amr Al Mughazali dan Abu Abdullah Abbas. Gurunya dalam bidang geometri adalah Abu Yahya Al-Maturidi dan Abu Ala Al Karnabi. Merekalah yang memperkenalkan karya-karya Al Battani dalam bidang astronomi kepada Abu Wafa. Sebelum berumur 20 tahun, Abu Wafa berpindah ke Baghdad hingga kematiannya saat ia berusia 58 tahun. 

Pemikiran-pemikiran Al Biruni  

Al Biruni menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, ia juga memperkirakan ukuran bumi dan membetulkan arah Kota Mekkah secara saintifik dari berbagai arah di dunia. Al Biruni berperan besar dalam perkembangan ilmu matematika terutama aturan sinus, cosinus, tangen, secan, dan cosecan. Dari 150 buah karyanya, 35 diantaranya didedikasikan untuk perkembangan ilmu astronomi.  

Pemikiran-pemikiran Al Biruni sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan ilmu alam dan sains di dunia timur. Banyak ilmuwan yang bahkan mempelajari dan mengembangkan pemikiran-pemikiran Al Biruni, seperti astronomis Tajikistan Omar Khayyam (1040-1143), astronom Azerbaijan Nashiruddin Ath Thusi (1201-1272), astronom besar Uzbekistan Ulugh Bek Gurkan (1394-1449), dan lain-lain. 

Sejak tahun 1074 Masehi, ilmuwan Omar Khayyam melakukan pengamatan astronomi di Observatorium Merv, ia menggunakan data-data dari Al Biruni tanpa komentar. Reformasi kalender yang diusulkan oleh Omar Khayyam pada tahun 1079 juga dilakukan berdasarkan analisis data Al Biruni dalam bukunya yang berjudul Kronologi Bangsa Purba dan Kanon Mas’ud. Itu sebabnya, pada abad ke-11 Masehi disebut sebagai Abad Al Biruni dan paruh kedua disebut sebagai Abad Omar Khayyam.  

Ulugh Bek Gurkan adalah seorang penguasa dari Dinasti Timuriyah. Dinasti ini didirikan oleh seorang Mongol bernama Timur Lenk setelah menaklukan beberapa wilayah di Asia Tengah kala itu. Selain sebagai seorang penguasa, Ulugh Bek Gurkan juga merupakan seorang ilmuwan astronomi. Ia mempelajari karya-karya dan metode ilmiah yang diusulkan oleh Al Biruni, ia juga mempelajari buku Al Biruni berjudul Kanon Mas’ud dan banyak memberikan komentar tentang buku itu. 

Ilmuwan barat bernama Schoy pada tahun 1917 juga mempelajari buku Kanon Mas’ud karya Al Biruni. Schoy pernah menuturkan “Mengenai kelebihan tabel Sinus dan Tangens yang dibuat oleh Al Biruni, didalamnya diambil bahwa radius sama dengan 1 dan diberikan selisih harga dari dua baris, kemudian saya memanfaatkan ini untuk menyusun tabel yang saya namakan tabel sinus Al Guragani Ulughbegh”. 

Pemikiran-pemikiran Ulugh Bek Gurkan juga banyak diterapkan dalam keilmuan astronomi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dalam pembukaan kitab monumental Sullanum Nayyirain karangan Muhammad Manshur. Dalam kitab tersebut, dikatakan bahwa penentuan ijtima’ dalam kitab Sullanum Nayyirain berdasarkan zij Ulughbegh As Samarkand yang diringkas oleh Abdul Hamid bin Muhammad Damiri Al Batawi. 

Al Biruni banyak sekali menghasilkan karya tulis, namun hanya sekitar 200 buku yang dapat diketahui. Diantara buku-buku tersebut adalah Tarikh Al Hindi (sejarah India), sebagai karya pertama dan terbaik yang pernah ditulis sarjana muslim tentang India. Selain itu, Al Biruni juga menulis tentang pengetahuan umum lainnya, seperti dalam buku Al jamahir fii Ma’rifati Al Juwahir (ilmu pertambangan), Asy Syadala fii Ath Thib (farmasi dalam ilmu kedokteran), Al Maqalid ilm Al Hai’ah (ilmu perbintangan), serta kitab Kusuf wa Al Hunud (kitab tentang pandangan india mengenai terjadinya gerhana bulan).   

Al Biruni dan Kesultanan Ghaznawiyah 

Untuk merampungkan karya-karyanya, Al Biruni pindah ke Kota Ghazna, ibukota Kesultanan Ghaznawiyah. Saat itu, Ghaznawiyah dipimpin oleh seorang bernama Sultan Mahmud. Sultan Mahmud memulai ekspedisi militernya ke wilayah anak benua India dengan sangat rapi. Kebiasaan Sultan Mahmud dalam ekspedisi militernya adalah selalu mengikutsertakan Al Biruni. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri bagi Al Biruni. Ia bisa mengenal berbagai bahasa, budaya, dan agama yang ada di India.

Wafatnya Al Biruni 

Abu Rayhan Al Biruni wafat di Kota Ghazni, Afghanistan, pada 13 Desember 1048 Masehi atau tahun 440 Hijriyah.

Referensi : 
[1] Kohar., A. 2018. Pemikiran Hisab Rukyat Abu Rayhan Al Biruni. Jurnal Pemikiran Hukum Islam. 14 (1) : 63-79. 
[2] www.kisahmuslim.com