Populer24 – Dugaan kasus korupsi di wilayah Kementerian Agama
terkait dana Bantuan Operasional Pendidikan di lingkungan keagamaan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dalam tahapanya penyaluran dana hibah pada
masa Pandemi Covid-19, dugaan sementara ada lima daerah yang terindikasi adanya
dugaan kasus korupsi tersebut yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Banten.
Pengamat
mengungkapkan hal tersebut adalah akibat dari masalah
birokrasi yang mengakar lantas perlu adanya "Reformasi Birokrasi Kemenag"
agar memperkecil kemungkinan penyelewengan atau menghindari adanya kesalahan
timbulnya maladministrasi. Sebesar 2,5 Triliyun dana Bantuan Operasional Pendidikan atau BOP menjadi sasaran perilaku oknum
yang tidak bertanggung jawab.
Adnan Topan Husodo Koordinator ICW, mengatakan korupsi
di Kemenag yang selalu berulang disebabkan masalah birokrasi yang sudah
mengakar, yang sebenarnya juga terjadi di berbagai instansi pemerintah lainnya.
Sebagian besar pelakunya pun para birokrat, yang duduk sebagai Aparatur Sipil
Negara (ASN), di luar pejabat politik.
"Birokras
sektor publik kita ini tidak profesional, tidak otonom dan tidak bersih dari
pengaruh kelompok lain hal itu bisa dimanfaatkan oleh kelompok lain untuk
mendapatkan relasi penyelewengan kuasa secara patronase dengan sektor publik
ini," ungkap Adnan, Selasa 31 Mei 2022.
Lies Marcoes, Cendekiawan perempuan Muslim, juga mengatakan hal
yang sama, Dia menyarankan Kemenag melakukan "reformasi tata kelola"
untuk memperkecil kemungkinan penyelewengan atau kesalahan administrasi.
"Harus ada upaya reformasi di Kementerian Agama. Kasihan
mereka di sekolahnya belajar teologi tiba-tiba jadi birokrat. Harus inklusif
dan terbuka, mengundang ahli-ahli di bidang keuangan misalnya, jangan background-nya selalu dari
IAIN," ujar Lies.
ICW
menemukan beberapa penyalahgunaan dalam penyaluran BOP Pesantren di Aceh,
Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten antara lain soal kecacatan
administratif, praktik pemotongan, penyalahgunaan BOP untuk utang, sampai
"kampanye politik". Pemantauan hanya dilakukan pada pondok pesantren
dengan pertimbangan luasnya cakupan penerima BOP bagi lembaga pendidikan Islam.
Ada pula
dugaan praktik pemotongan bantuan oleh pihak ketiga di lima provinsi yang
menjadi tempat pemantauan, menurut laporan ICW. Besarannya mulai dari Rp1 juta
hingga 50% dari nilai bantuan yang didapat.
"Pihak
ketiga diketahui tidak hanya membantu mengurus pencairan dana bantuan BOP,
tetapi juga membantu proses laporan pertanggung jawaban penggunaan dana
tersebut."
"Artinya ada kemungkinan laporan penggunaan dana BOP yang
disampaikan pondok pesantren merupakan laporan fiktif karena ada penggunaan
dana yang tidak sesuai dengan aturan Juknis, yaitu mengenai peruntukan
penggunaan dana BOP," tulis ICW dalam laporannya.***
Sumber:BBC.com